Senin, 04 November 2013

Zat Anti Nutrisi Pada Pakan Ikan



I.                   PENDAHULUAN
                                               

Dalam usaha perikanan budidaya kontribusi pakan adalah yang paling tinggi yakni sekitar 60%. Pakan adalah suatu bahan atau campuran bahan pakan yang dimakan hewan atau ternak serta mengandung energi, protein, dan nutrien lainnya yang dibutuhkan oleh hewan atau ternak lainnya.
Pakan merupakan salah satu faktor pembatas dalam unit budidaya. Dimana pertumbuhan dan perkembangan serta kelangsungan hidup biota budidaya tergantung dari pakan ini.
Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oleh sebab itu nutrisi yang terkandung dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan memenuhi kebutuhan dari ikan tersebut. Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Ikan  membutuhkan zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh.
Di dalam budidaya ikan, formula pakan ikan harus mencukupi kebutuhan gizi ikan yang dibudidayakan, seperti: protein (asam amino esensial), lemak (asam lemak esensial), energi (karbohidrat), vitamin dan mineral. Mutu pakan akan tergantung pada tingkatan dari bahan gizi yang dibutuhkan oleh ikan. Akan tetapi, perihal gizi pada pakan bermutu sukar untuk digambarkan dikarenakan banyaknya interaksi yang terjadi antara berbagai bahan gizi selama dan setelah penyerapan di dalam pencernaan ikan pakan bermutu umumnya tersusun dari bahan baku pakan (feedstuffs) yang bermutu yang dapat berasal dari berbagai sumber dan sering kali digunakan karena sudah tidak lagi dikonsumsi oleh manusia. Pemilihan bahan baku tersebut tergantung pada kandungan bahan gizinya; kecernaannya (digestibility) dan daya serap (bioavailability) ikan; tidak mengandung anti nutrisi dan zat racun; tersedia dalam jumlah banyak dan harga relatif murah.
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang.
Penyebab malnutrisi dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh (Kleigmen et al, 2007).


II.                PEMBAHASAN


Bahan baku pembuatan pakan ikan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bahan baku nabati dan bahan baku hewani. Dan dalam bahan baku tersebut ada beberapa yang mengandung anti nutrisi dan zat racun.
1. Bahan Hewani
a) Tepung Ikan
Berasal dari ikan sisa atau buangan yang tidak dikonsumsi oleh manusia, atau sisa pengolahan industri makanan ikan, sehingga kandungan nutrisinya beragam, tapi pada umumnya berkisar antara 60 – 70%. Tepung ikan merupakan pemasok lysin dan metionin yang baik, dimana hal ini tidak terdapat pada kebanyakan bahan baku nabati. Mineral kalsium dan fosfornya pun sangat tinggi, dan karena berbagai keunggulan inilah maka harga tepung ikan menjadi mahal. Namun tepung ikan mengandung zat anti nutrisi yaitu gizzerosine dan histamine (biogeric amines)
b) Tepung Rebon dan Benawa
Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni benda yang terapung.
c) Tepung Kepala Udang
Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses pengolahan udang untuk ekspor.
d) Tepung Darah
Merupakan limbah dari rumah potong hewan, yang banyak digunakan oleh pabrik pakan, karena protein kasarnya tinggi. Walaupun demikian ada pembatas “religius” dan “dampak kesehatan”. Baik buruknya tepung darah yang digunakan sebagai bahan baku dari segi kesehatan, tergantung pada bagaimana bahan itu diperoleh dari rumah potong hewan. Bila berasal dari penampungan yang bercampur kotoran, tentu bahan ini tidak layak digunakan, tapi bila berasal dari penampungan yang bersih, maka tepung ini memenuhi syarat sebagai bahan baku pakan.
e). Keong Emas
Keong emas balk digunakan untuk campuran pakan itik karma hewan air ini mengandung banyak protein dan kalsium. Pemberian dalam bentuk segar dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap ternak, yaitu dapat menyebabkan penurunan produksi ternak karma di dalam lendir keong tersebut terdapat suatu zat anti nutrisi yang dapat menghambat pertumbuhan ternak, oleh sebab itu dianjurkan menggunakan keong emas yang telah direbus, karma zat anti nutrisi yang ada akan berkurang atau bahkan hilang setelah proses perebusan selama 15-20 menu.

2.      Bahan Nabati
Banyak sekali bahan baku nabati yang dapat diberikan kepada ikan, dari sekian banyak bahan baku nabati, 70 – 75% merupakan biji-bijian. Bahan pakan nabati ini sebagian besar merupakan sumber energi yang baik, tetapi karena asalnya dari tumbuhan, kadar serat kasarnya tinggi.

a)      Dedak
Bahan dedak padi ada dua, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar. Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses penyosohan beras. Dedak memiliki zat anti nutrisi yaitu trypsin inhibitor dan antithiamine factor.
b)      Jagung
Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung protein dan energi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan, sehingga jarang digunakan. Tepung jagung memiliki zat anti nutrisi seperti Selenoamino acid.
c) Cantel/Sorgum
Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan. Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik. Sorgum memiliki zat anti nutria yaitu tannin. Tannin pada sorgum tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian leg abnormalitas. Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam ransum yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu gelatin, poly vinyl pyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada bahan pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji.
d) Tepung Bungkil Biji Karet (TBBK)
Bungkil biji karet kulit keras mengandung sebesar 55-56% dari daging biji dan 60% dari hasil penggilingan sederhana (Ong dan Yeong 1977). Menurut Rachmawan (2001), menyatakan bahwa faktor zat anti nutrisi dalam biji karet adalah “sianogenik glukosida” yang disebut linamarin. Linamarin mengurai bersama dengan enzim linamarase (β-glukosidase) dan hidroksinitrilliase menjadi sianida (HCN).
Sianida ini menimbulkan gangguan fisiologik sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih bergantung pada sitokrom oksidase yang merupakan tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif. Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Sianida menimbulkan banyak gejala termasuk pada tekanan darah, penglihatan, saraf pusat, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan dan lebam pada tubuh yang berwarna merah bata (Anonim 2008).
Menurut Ngoku  dan Ononogbu  (1998), bahwa kandungan sianida dalam biji karet dapat dihilangkan dengan cara pemanasan pada suhu 60oC ataupun dengan perebusan dengan perbandingan biji karet dan air sebesar 1 : 2-3 (Judoamidjojo et al. 1989).
e) Tepung Kedele
Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak kedelai, mempunyai kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%, tetapi kandungan methionin rendah. %. Serta tepung kedelai mengandung lisin asam amino essensial yang paling essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%.
Tepung kedelai telah diakui secara luas sebagai sumber protein nabati yang paling baik, tetapi kedelai mengandung beberapa faktor anti nutrisi.
Faktor anti nutrisi diantaranya trypsin inhibitor, secara perlahan dapat dimusnahkan atau dinonaktifkan melalui pemanasan dan pengeringan. Tetapi faktor anti nutrisi lainnya seperti phytate, oligosaccharides raffinose, dan stachyose, menjadi berkurang pada prosedur proses pengolahan normal yang dipakai dalam produksi tepung. Pemusnahan faktor anti nutrisi yang tidak sempurna dapat mengurangi potensi dalam pemakaian formulasi pakan secara konvensional, dan telah banyak usaha yang dikeluarkan dalam memikirkan teknik pengolahan untuk memperbaiki nilai nutrisi dari kedelai (Houlihan et al.,2001).
f) Tepung Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang. Kacang tanah memiliki zat saponin. Saponin umumnya mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol.
Saponin mempunyai efek menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan. Saponin bisa menurunkan konsumsi ransum, menurunkan pertambahan berat badan, menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan ekskresi cholesterol dan menurunkan absorpsi vitamin A dan D.
g) Biji Kapuk/Randu
Penggunaan bungkil biji kapuk (Cottonseed meal) pada hewan dibatasi oleh kandungan serat kasar dan senyawa toksik yaitu tannin dan gossypol yaitu pigmen polyphenolic kuning dan mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius.. Konsentrasi gossypol dalam biji bervariasi diantara spesies kapuk dan antara cultivarnya berkisar 0,3 dan 3,4 %. Gossypol ditemukan dalam bentuk bebas, bentuk beracun dan bentuk ikatan yang tidak toksik. Metode pengolahan biji kapuk menentukan kandungan gosipol bebas. gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya harus dimasak dulu.
Kandungan gossipol bebas pada pengolahan menggunakan ekstrak pelarut berkisar antara 0,1-0,5 % tetapi untuk proses expeller kandungan gossypol bebas kira-kira 0,05 %. Seluruh biji mempunyai gossypol bentuk bebas. Broiler bisa toleran sampai level gosipol bebas 100 ppm tanpa terlihat pengaruh merugikan pada performan.
Penambahan garam besi (ferric sulphat) pada ransum yang biji kapuk dapat merusak gossypol yaitu dengan mengikat grup reaktif gossipol dengan (Fe), dan kandungan protein ransum yang tinggi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari gossypol.
h) Tepung Daun Turi
Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam sianida, asam biru (HCN), lusein dan alkoloid-alkoloid lainnya
i)Tepung Daun Lamtoro
Tepung daun lamtoro (Leucaena leucocephala) kering sama dengan tepung biji kapuk sebagai sumber protein. Lamtoro mengandung mimosin sebesar 3-5 % BK, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi lain termasuk protease inhibitor, tannin dan galactomannan. Karena adanya mimosin ini penggunaan lamtoro dalam ransum non ruminansia sebesar 5-10 % tanpa menimbulkan gejala toxicosis. Efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan pertumbuhan dan menggangu sintesis enzim dalam hati; merusak sell hepatopankreas pada udang.
j) Tepung Daun Ketela Pohon
Mengandug asam sianida yang akan mengganggu sistem metabolisme serta mengandung racun HCN/asam biru.
k) Ubi kayu/ singkong
Ubi kayu/ singkong merupakan bahan pakan yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Tetapi ubi kayu/ singkong juga memiliki bahan zat antinutrisi yang berfungsi melindungi diri mereka. Zat antinutrisi yang terdapat pada ubi kayu adalah Cyanogenic glycoside, cyanoglycosida atau cyanogens
Cyanogens adalah senyawa yang apabila diperlakukan asam dan diikuti dengan hidrolisis oleh enzim tertentu akan melepaskan hydrogen cyanida (HCN). Pengolahan singkong yaitu umbi singkong dipotong-potong, dihancurkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai HCN menguap.
Cyanogenicglycosida tidak beracun tetapi beberapa enzim terlibat dalam hidrolisis cyanogens kemudian mensintesis HCN.
Beberapa cara mengurangi cyanogenic glycoside yaitu :
·         Proses pembuatan pati menghilangkan cyanogens
·         Pencacahan – dikeringkan atau sebelumnya disimpan lebih dulu dalam keadaan basah bisa mengurangi 2/3 cyanogen dari segar.
Dari dua cara penghilangngan zat antinurisi intinya adalah menghilangkan kadar air dengan ara penguapan. Apabila semakin banayak kandungan air yang menguap atau semakin kering bahan pakan, kandungan cyanogenic glycocidae semakin sedikit. Untuk mengoptimalkan proses penguapan, yaitu dengan cara memperluas permuakaan bahan agar penguapan cepat dan kandungan cyanogenic glycocidae.



Berikut ini adalah ringkasan tabel bahan baku yang mengandung zat anti nutrisi




III.             KESIMPULAN


Dari pembahsaan diatas dapat kita ketahui bahwa setiap pakan baku baik nabati maupun hewani memiliki zat anti nutrisi. Dimana zat anti nutrisi tesebut dapat membuat kerugian jika diberikan kepada ikan.
Tapi zat anti nutrisi dapat kita hindari karena sudah ada cara penangan sebelum akan diberikan kepada ikan.


DAFTAR PUSTAKA


Ali, Ahmad Jakfar. 2006. karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa Dan  Bungkil Sawit.
Khairuman. dan Amri, K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta
Rahardjo, 1985. Nilai Gizi Cangkang Udang dan Pemanfaatannya untuk Ink. Prosidings Seminar Peternakan dan Forum Peternakan Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Penelitian

Kamis, 19 September 2013

Pukat Cincin

A.    Definisi Pukat Cincin

Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk 4 persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Pukat cincin (purse seine) adalah suatu alat penangkapan ikan yang digolongkan dalam kelompok jaring Iingkar (surrounding nets,). Disebut pukat cincin karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin untuk mana tali cincin (purse line) atau tali kerut dilalukan didalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut atau tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan.

B.     Klasifikasi pukat cincin (purse seine)

Pada dasarnya purse seine dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : purse seine dengan kantong di bagian ujung  jaring dan purse dengan kantong dibagian tengah. Purse seine dengan kantong di ujung jaring biasanya dioperasikan oleh nelayan kecil dengan alat tangkap yang relatif kecil. Sedangkan purse seine dengan kantong di tenggah biasanya dioperasikan oleh kapal-kapal modern yang relatif lebih besar. (Waluyo Subani dan H.R Barus.1989)

Purse seine berkembang menjadi alat tangkap ikan pelagis yang bergerombol yang paling efektif, sehingga dapat dijumpai berbagai macam purse seine, maka untuk memudahkan memahami pukat cincin maka diklasifikasikan menurut :

1. Letak kantong (bunt) pada jaring utama
Berdasarkan Letak Kantong pada Jaring Utama yaitu :
a. Kantong terletak pada salah satu ujung jaring
b. Kantong terletak pada tenggah-tenggah jaring

2. Bentuk dasar jaring utama
Berdasarkan bentuk Jaring Utama purse seine yaitu :
a. bentuk segi empat
b. bentuk trapesium
c. bentuk lekuk
3. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan
Berdasarkan jenis ikan yang akan ditangkap yaitu :
a. purse seine layang
b. purse seine tongkol
c. purse seine cakalang
d. purse seine tuna dan lain sebagainya
4. Jumlah kapal yang dipergunakan dalam operasi penangkapan
Berdasarkan jumlah kapal yang dipergunakan pada saat operasi penangkapan purse seine dibagi yaitu :
a. purse seine dengan satu buah kapal
b. purseseine dengan dua buah kapal

Bagian Utama Pukat Cincin (Purse Seine)
Pukat cincin memiliki bagian-bagian utama yang dapat mempermudah dalam menangkap ikan. Tersebut yaitu :
1.      Pelampung merupakan alat untuk mengapungkan seluruh jaring ditambah dengan kelebihan daya apung (extra buoyancy), sehingga alat ini tetap mampu mengapung walaupun di dalamnya ada ikan hasil tangkapan.
2.      Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan badan jaring sewaktu dioperasikan,semakin berat pemberat maka jaring utama akan semakin cepat tenggelamnya. Tetapi daya tenggelam ini tidak sampai menenggelamkan pelampung jarring. Pemberat dibuat dari benda yang berat jenisnya (bj) lebih besar dari bj air laut, sehingga benda ini tenggelam di dalam air laut.
3.      Tali ris atas dan tali pelampung harus berbeda arah pintalanya, maksudnya supaya jaring tetap lurus, demikian juga antara tali pemberat dan tali ris bawah. Selain itu untuk memperkuat tali ris atas dengan tali pelampung dan jaring serta untuk memperkuat tali ris bawah, tali pemberat dan jaring ditambah dengan tali pengguat.
4.      Mata Pengguat (Selvage) merupakan jaring yang berfungsi untuk melindunggi bagian tepi jaring utama agar tidak cepat rusak.
5.      Tali ring adalah tali yang dipergunakan untuk mengantung cincin (ring) pada tali ris bawah, bahan yang dipergunakan biasanya terbuat dari tali kuralon.
6.      Cincin atau biasa disebut ring pada umumnya berbentuk bulan, dimana pada bagian tenggahnya merupakan tempat untuk lewatnya tali kerut, agar ring terkumpul sehingga jaring bagian bawah tertutup. Bahan yang dipergunakan biasanya dibuat dari besi dan kadang-kadang kuningan. Ring ini selain memiliki fungsi seperti tersebut di atas berfungsi juga sebagai pemberat.
7.      Tali kerut (purse line) yang biasa disebut oleh nelayan sebagai tali kolor adalah tali yang berfungsi untuk menggumpulkan ris, sehingga bagian bawah jaring tertutup dan ikan tidak dapat meloloskan diri.

C.     Metode pengoperasian

Pukat cincin (purse seine) dioperasikan dengan cara melingkari segerombolan ikan yang sebelumnya telah dideteksi keberadaanya. Penurunan (setting) dan penarikan (hauling) alat tangkap dilakukan pada sisi lambung bagian kanan kapal. Posisi kapal diatur sedemikian rupa agar jaring tidak terpintal pada baling-baling kapal. Setting berturut-turut dari salah satu ujung, bagian pelampung dan badan serta bagian bawah jaring sampai akhirnya pada bagian ujung sayap lainnya. Disela-sela penurunan jaring (setting) tersebut beberapa ABK menyisipkan cincin dan tali kerut pada ris bawah jaring yang telah dipasangi tali ring.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemasangan dan pelepasan cincin dan tali kerut, sehingga dengan demikian posisi jaring di atas kapal dapat diatur rapi dan mudah dioperasikan. Setelah semua jaring diturunkan, Langkah selanjutnya adalah menarik tali kerut (purse line) dengan dibantu mein dan gardan. Diusahakan agar tali kerut terlebih dahulu menutup celah bagian bawah jaring dan pertemuan dua ujung sisi sayap sampai pelampung. Dalam kondisi yang demikian ikan-ikan tidak mungkin lagi lolos dari jebakan kurungan raksasa. Langkah selanjutnya adalah menarik secara bersama-sama bagian pelampung, badan jaring dan bagian bawah jaring (pemberat dan cincin), sehingga cekungan makin lama semakin menyempit. Dalam kondisi seperti ini ikan-ikan yang telah terkumpul mulai diserok (disekop) dan dimasukkan ke dalam palka setelah terlebih dahulu dibilas dengan air bersih. Akhir dari operasi penangkapan adalah semua bagian terangkat dan tersusun rapi di atas kapal. Seperti halnya jaring payang, penangkapan dengan pukat cincin ini dilengkapi dengan rumpon dan kadang menggunakan lampu untuk malam hari sebagai alat bantu penangkapan.




























DAFTAR PUSTAKA


Au. Ayodya. DOSEN FAKULTAS PERIKANAN. Cetakan Pertama. Penerbit :Yayasan Dewi Sri. IPB. Bogor

Waluyo Subani dan H.R Barus.1989. Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di Indonesia. Jakarta:Balai Penelitian Perikanan Laut.

Kamis, 29 Agustus 2013

PARASIT PADA IKAN

PE NDAHULUAN


Pada prinsipnya penyakit yang menyerang organisme budidaya tidak datang begitu saja, tetapi melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kulitas air), kondisi inang (organisme budidiya), dan adanya jasad patogen (jasad patogen). Organisme yang diserang penyakit pada umumnya berasal dari kelompok hama, parasit, dan non parasit. Namun, yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah penyakit yang disebabakan oleh parasit. Parasit yang dapat menyerang organisme adalah dari jenis virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan cacing dan udang renik. Serangan parasit biasanya terjadi pada kolam yang kualitas airnya buruk atau kolam yang tidak terawat. Parasit dapat didefinisikan sebagai organisme yang hidup pada organisme lain, yang disebut inang, dan mendapat keuntungan dari inang yang ditempatinya hidup, sedangkan inang menderita kerugian. Parasitology merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang kehidupan parasit. Kehidupan parasit memiliki keunikan karena adanya ketergantungan pada inang. Mempelajari parasit memerlukan pengertian tentang konsep symbiosis atau hidup bersama antara dua organisme. Ada beberapa jenis bentuk symbiosis, antara lain, yaitu comensalisme dimana pada hubungan ini kedua organisme yang bersymbiosis masing-masing memperoleh keuntungan dan tidak ada yang dirugikan, sedangkan mutualisme adalah kedua organisme mendapatkan keuntungan, dan jika salah satu diantaranya tidak tersedia maka tidak akan terjadi kehidupan. Parasitisma merupakan suatu bentuk hubungan antara dua organisma yang berlainan jenis yang satu disebut inang sedangkan yang lainnya disebut parasit, dimana parasit sangat bergantung pada dan hidup atas pengorbanan inangnya, baik secara biokimia maupun secara physiology. 
Infeksi jamur pada ikan  biasanya disebabkan oleh jamur dari genus Spaprolegnia dan Achyla. Jamur biasanya hanya akan menyerang jaringan luar tubuh ikan yang rusak sebagai akibat luka (Ulcer)  atau penyakit lain. Jamur dapat pula menyerang telur ikan. Selain karena luka, kehadiran jamur dapat pula disebabkan atau dipicu oleh kondisi air akuarium yang buruk, baik secara fisik maupun kimia. Ikan-ikan berusia tua diketahui sangat rentan terhadap infeksi jamur. Beberapa jamur diketahui juga menyerang bagian dalam jaringan tubuh ikan.

TINJAUAN PUSTAKA


Parasit adalah merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Menurut Grabda (1991), parasit adalah organisme yang hidup di dalam atau pada organism lain yang biasanya menimbulkan bahaya terhadap inangnya. Berdasarkan habitatnya pada inang, parasit dapat dibedakan menjadi parasit eksternal (ektoparasit) dan parasit internal (endoparasit). Ektoparasit hidup pada permukaan tubuh inang atau tempat – tempat yang sering terbuka seperti mulut dan insang. Endoparasit hidup dalam tubuh inang, yaitu organ dalam dan jaringan. Kelompok organisme parasit yang berada diantara ektoparasit dan endoparasit disebut sebagai mesoparasit. Amerika (Cheng, 1973).
Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata, 1985).
Salah satu organisme penyakit yang banyak menyerang ikan adalah dari kelompok jamur (fungi).  Menurut Ratentondok.,A, (1985), infeksi oleh jamur dapat menyerang telur ikan, larva ikan, tokolan (juvenil) dan ikan-ikan dewasa. menurut Srikandi Fardiaz (1992) Jamur/Fungi (jamak) atau fungus (tunggal) diartikan sebagai suatu organisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri ; (1) Mempunyai inti sel (2) Memproduksi spora (3) Tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesa (4) Dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual (5) Beberapa mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen dengan dinding sel yang mengandung selulosa atau khitin, atau kedua-duanya. Selain itu fungi dapat bersifat parasit (memperoleh makanan dari benda hidup) atau saprofit (memperoleh makanan dari benda mati). 
Jamur memiliki struktur yang lebih komplit dibanding bakteri, karena masing-masing sel jamur memiliki satu atau lebih inti sel. Mampu beradaptasi hampir di segala habitat di muka bumi, dan umumnya menyukai kondisi yang lembab, pH asam, dan sedikit cahaya (Nursanto Didik Budi 2007). Masing-masing sel jamur memiliki satu atau lebih inti sel. Mampu beradaptasi hampir di segala habitat di muka bumi, dan umumnya menyukai kondisi yang lembab, pH asam, dan sedikit cahaya (Nursanto Didik Budi 2007).
METODE


A.    Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada pukul 13.00 WIB di Laboraturium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tanggal 28 Maret 2013.
B.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, alat bedah, preparat, metilen blue. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan sakit (tongkol, gurame, lele, mas, patin, nila, udang dan ikan laut).
C.     Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam praktikum ini sebagai berikut :
1.      Dikoleksi ikan dan udang dari berbagai sumber, TPI (tempat pelelangan ikan), kolam budidaya, da tambak.
2.      Dicatat perilaku ikan dan udang yang masih dihup ketika dalam kolam yang menunjukan gejala tidak normal.
3.      Dikoleksi parasit dari bagian eksternal; sisik, sirip dan insang.
4.      Ikan dibedah dan koleksi parasit di bagian internal; saluran pencernaan, kepala , dan mata.
5.      Diamati parasit dibawah mikroskop.
6.      Diidentifikasi parasit tersebut.
7.      Disimpan parasit dalam botol film yang telah berisi larutan formalin 10% dan dilebel dengan isi nama prasit, inang, tanggal pengambilan, dan lokasi sampel.








HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

No
Kelompok
Ikan
gejala klinis
Parasit yang ditemukan
organ
Gambar
Keterangan
1
Satu
Ikan lele
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2
Dua
Ikan mas
Tutp insang terlihat pucat
Mycobolus sp
 Insang
http://sphotos-g.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/150161_630830270263730_155352274_n.jpg

Ektoparasit


Ikan mas
Nafsu makan berkurang
Protozoa
Usus
http://sphotos-f.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/s480x480/548950_630827603597330_305906063_n.jpg

Endoparasit
3
Tiga
Ikanpatin
Nafsu makan berkurang
Nematoda
Usus

Endoparasit
4
Empat
Ikan
guramy
Lendir di permukaan
Nematoda
Sisik
http://sphotos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn1/479956_638760629474214_169270069_n.jpg

Ektoparasit


Ikan guramy
Berenang miring
Jamur
operculun
http://sphotos-f.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/625587_638761416140802_739585834_n.jpg

Ektoparasit


Ikan guramy

Acanthocephalusjacksoni
Usus
http://sphotos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash4/483679_638761156140828_616473619_n.jpg

Endoparasit
5
Lima
Ikan tongkol

Anisakisspp
Mata
http://sphotos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc7/305955_609988542347853_1506362901_n.jpg

Ektoparasit
6
Enam
Udang
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
7
Tujuh
Nila
Terdapat jamur dibagian insang
Jamur
Insang
2013-03-28 13.52.45.jpg


Ektoparasit

Tujuh
Nila
Ikan kehilangan nafsu makan
Nematoda
Usus
2013-03-28 14.19.23.jpg
Endoparasit

Tujuh
Nila
Sisik Nampak kusam
Splanchnotrophidae
Sisik dan tutup insang
2013-03-28 14.25.53.jpg
Ektoparasit
8
Delapan
Ikan sebelah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9
Sembilan
Ikan hias
Pergerakan dan respon terhadap kejutan lambat
Girodactylus
Sisik
http://sphotos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/562183_575474029137667_406525970_n.jpg
Ektoparasit

Jenis parasite danjamur yang ditemukan
No
Jenis Parasit & Jamur yang ditemukan
Tempat ditemukan
Keterangan
1
Mycobolus sp
Insang
Ektoparasit
2
Protozoa
Usus
Endoparasit
3
Nematoda
Usus
Sisik
Endoparasit
Ektoparasit
4
Jamur
Operculum daninsang
Ektoparasit
5
Acanthocephalusjacksoni
Usus
Endoparasit
6
Anisakis spp
Mata
Ektoparasit
7
Splanchnotrophidae
SisikdanInsang
Ektoparasit
8
Girodactylus
Sisik
Ektoparasit





B.     Pembahasan

Anderson (2000), mengklasifikasikan parasit Anisakis spp., sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Nematoda
Class                : Secernentea
Order               : Ascaridida
Super Family   : Ascaridoidea
Family             : Anisakidae   
Genus              : Anisakis
Spesies            : Anisakis spp
Siklus hidup parasit ini di alam meliputi transmisi larva dari satu predator ke predator lain, yaitu dari crustacea yang dimakan oleh cumi, gurita atau ikan, lalu dimakan oleh mamalia laut sedangkan manusia sebagai hospes incidental atau terjangkit akibat kesalahan pola makan (Nyoman, 2000).
Desrina dan Kusumastuti (1996) mengemukakan bahwa saluran pencernaan ikan merupakan organ yang paling banyak diserang oleh cacing Anisakis spp. Pada kasus infeksi berat Anisakis yang menyerang jaringan organ hati ikan Cod, dilaporkan bahwa hati ikan tersebut mengecil dan kehilangan fungsinya sengkan infeksi pada otot kemungkinan kecil pengaruhnya sehingga diduga infeksi yang berbahaya adalah infeksi sekunder yang ditimbulkan karena adanya penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (Kahl, 1938; dalam Latama, 2006).
Anisakis spp dewasa ditemukan di dalam perut mamalia laut, dimana mereka melekat dalam mucosa secara berkelompok. Produksi telur parasit dewasa dilepaskan keluar melalui feses mamalia. Perkembangan telur secara embryonase terjadi di dalam air, dan larva L1 dibentuk dalam perut. Larva mengalami molting, menjadi L2 yang berenang bebas  di badan air setelah mereka lepas dari telur. Larva tersebut termakan oleh krustacea. Larva yang termakan akan berkembang menjadi L3 yang menginfeksi ikan dan cumi-cumi. Setelah inang mati, larva dapat bermigrasi ke jaringan otot. Ketika ikan atau cumi-cumi yang terkandung larva L3 Anisakis termakan oleh mamalia laut, larva akan mengalami molting kedua dan berkembang menjadi cacing dewasa (Parker dan Parker, 2002).

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Parasit yang dapat menyerang organisme adalah dari jenis virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan cacing dan udang renik.
2.      Dari semua ikan yang dibawa saat praktikum, banyak ikan yang terkena parasit.
3.      Pada ikn tongkol parasit yang ditemukan adalah Anisakis spp.
4.      Anisakis spp merupakan jenis parasit yang menyerang tubbuh bagian luar atau ectoparasit.





















DAFTAR PUSTAKA


Anderson, R. C. 2000. Nematode Parasites of Vertebrates: their development and transmission. 2nd edition. CAB. International. UK. P. 650.
Desrina dan Kusumastuti,G. 1996. Profil Cacing Pada Ikan Jeruk (Abbalistes stelatus) yang didaratkan di TPI Batang. In Press.
Latama, G. 2006. Parasit Metazoa Pada Ikan Tenggiri, Scomberomorus commerson (Lacepede, 1800), di Perairan Sekitar Sulawesi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Parker, J.N. and Parker P.M. 2002. The Official Patient’s Sourcebook of Anisakiasis. ICON Health Publication, San Diego, USA. PP 120.
Nyoman. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.